Yang kusayangi
Ibuku
Dimanapun Dirimu
Assalamu’alaikum
Malam ini adalah malam yang mungkin ke seribu empat ratus sepuluh sejak terakhir kali aku menjumpai seorang yang kusebut sebagai ibu. Ibuku yang sudah melahirkanku kini hanya bisa kurenungi saja, sudah pergi jauh dan tak kembali lagi.
Dulu ibu sangat baik padaku. Selalu mengingatkanku untuk berbuat baik, dan mencegahku dari kejahatan yang hendak kukerjakan, yang mengajari segala perbuatan yang baik dan utama. Dan juga selalu sabar terhadap setiap gerakku, juga mengerti apa yang aku mau.
Pada malam itu, kurang lebih seribu empat ratus sepuluh malam yang lalu, tepat sehabis shalat maghrib pada malam jum’at, aku yang sedang belajar menjelang test kelulusan sekolah dasar, juga kenaikan madrasah, menerima berita yang sangat, sangat sekali, mengguncang batin. Disana, di Rumah sakit umum Kabupaten Grobogan, apapun namanya rumah sakit itu, ayahku mendampingi ibuku dengan mengucap tasbih-tasbih indah, mengiringi kepergian ibu. Ibu hanya terbaring lemah, menangis tanpa suara. Mungkin ibu sedang melihat surga yang telah dijanjikan-Nya, bersama dengan malaikat, yang sama sekali tak dapat dilihat oleh mata ayah yang selalu disisi ibu, yg masih bertasbih disanding ibu.
Dan kini, setelah kurang lebih seribu empat ratus sepuluh malam kemudian, aku menulis harapan kepada ibu yang akan menyandingi ayah, menemaninya menjalani sisa hidup, dan mengisi kekosongan yang lama, lama sekali, yang kami rasakan.
Jadilah ibu yang baik, sayangi kami dengan ketulusan, temani kami dengan kasih sayang. Kami berjanji, akan menaati ibu, jikalau ibu mengisi hati kami dengan yang baik, hidup bersama dengan kami dengan cara yang juga baik.
Inilah surat pertama sejak terakhir kali kami menjumpai ibu. Ini harapan sederhana yang bisa mengantarkan kami pada kebahagiaan. Dan inilah harapan sangat , akan sangat indah bila terjadi, ibu.
Wassalamu’alaikum.
Tertanda, ananda
HANIFUDDIN AHMAD.
Ibuku
Dimanapun Dirimu
Assalamu’alaikum
Malam ini adalah malam yang mungkin ke seribu empat ratus sepuluh sejak terakhir kali aku menjumpai seorang yang kusebut sebagai ibu. Ibuku yang sudah melahirkanku kini hanya bisa kurenungi saja, sudah pergi jauh dan tak kembali lagi.
Dulu ibu sangat baik padaku. Selalu mengingatkanku untuk berbuat baik, dan mencegahku dari kejahatan yang hendak kukerjakan, yang mengajari segala perbuatan yang baik dan utama. Dan juga selalu sabar terhadap setiap gerakku, juga mengerti apa yang aku mau.
Pada malam itu, kurang lebih seribu empat ratus sepuluh malam yang lalu, tepat sehabis shalat maghrib pada malam jum’at, aku yang sedang belajar menjelang test kelulusan sekolah dasar, juga kenaikan madrasah, menerima berita yang sangat, sangat sekali, mengguncang batin. Disana, di Rumah sakit umum Kabupaten Grobogan, apapun namanya rumah sakit itu, ayahku mendampingi ibuku dengan mengucap tasbih-tasbih indah, mengiringi kepergian ibu. Ibu hanya terbaring lemah, menangis tanpa suara. Mungkin ibu sedang melihat surga yang telah dijanjikan-Nya, bersama dengan malaikat, yang sama sekali tak dapat dilihat oleh mata ayah yang selalu disisi ibu, yg masih bertasbih disanding ibu.
Dan kini, setelah kurang lebih seribu empat ratus sepuluh malam kemudian, aku menulis harapan kepada ibu yang akan menyandingi ayah, menemaninya menjalani sisa hidup, dan mengisi kekosongan yang lama, lama sekali, yang kami rasakan.
Jadilah ibu yang baik, sayangi kami dengan ketulusan, temani kami dengan kasih sayang. Kami berjanji, akan menaati ibu, jikalau ibu mengisi hati kami dengan yang baik, hidup bersama dengan kami dengan cara yang juga baik.
Inilah surat pertama sejak terakhir kali kami menjumpai ibu. Ini harapan sederhana yang bisa mengantarkan kami pada kebahagiaan. Dan inilah harapan sangat , akan sangat indah bila terjadi, ibu.
Wassalamu’alaikum.
Tertanda, ananda
HANIFUDDIN AHMAD.
0 komentar:
Posting Komentar